Apem kesesi Rasa Jengkol (Wisata Kuliner)
Apem adalah jenis makanan ringan yang bisa dan biasa disajikan di luar makanan pokok. Apem terbuat dari tepung beras dan umumnya berasa manis dan sedikit kecut, karena memang ada campuran ragi tape. Warna apem biasanya putih. Tetapi berbeda dengan apem Kesesi, apem Kesesi berwarna merah, karena meggunakan campuran gula merah.
Kesesi sendiri sebenarnya nama sebuah kecamatan di Kabupaten Pekalongan. Tepatnya kecamatan bagian Pekalongan Barat. Berbatasan dengan Kab.Pemalang. Karena penduduknya banyak yang memproduksi apem sebagai home industri dan cukup terkenal, maka sering apem tersebut disebut apem Kesesi.
Nama Apem dan Kesesi seolah sulit dan memang tidak bisa dipisahkan. Hal ini bukan hanya karena mengandung nilai mistis tetapi konon defacto, apem yang dibuat dengan menggunakan air di luar air Kesesi akan berbeda rasa. Karena keistimewaannya ini mestinya, pemerintah Kab. Pekalongan berusaha mengangkat komoditas home industri ini sebagai daya tarik wisata kuliner Kab.Pekalongan. dengan berbagai diversivikasinya
Jajanan Khas
Di bidang kuliner, Kab.Pekalongan sangat ketinggalan dibanding dengan daerah lain. Hal ini bukan karena SDA dan SDM-nya tidak ada, tetapi memang belum terpikirkan mengembangkan wisata daerah melalui oleh-oleh atau jajanan khas. Kalau kita menengok jajanan khas kabupaten/kota tetangga maka Kab. Pekalongan seharusnya segera mengejar kemajuan tetangga (bukan mengejar ketertinggalan lho). Kita ambil contoh kalau kita pergi dan melewati daerah tertentu, betapa ruginya kita, kalau kita tidak membeli jajanan khas daerah tsb. Sebut saja Getuk Goreng (Sukaraja), Getuk Trio (Magelang), Wajik Kletik (Kali Bening), Bak Pia Patuk (Jogya), sampai Rempeyek Bayam (Temanggung) dll. Daerah-daerah tersebut memang sudah menjadikan landmark daerahnya dan sudah mengandalkan jajanan khas daerahnya menjadi ikon daerah. Bagaimana dengan Kab.Pekalongan? Saya sendiri sebagai warga Kab.Pekalongan terus terang bingung kalau ditanya apa jajanan khas kab.Pekalongan? Kalau makanan, mungkin nasi megono tapi bukan jajanan khas.
Orang Kesesi, begitu membaca judul ini saya (kira) meyakini akan jengkel. Apalagi bila pembacanya seorang penjual atau produsen Apem. Tapi belum tentu bagi orang Kesesi yang lain. Bisa saja, pembaca golongan terakhir ini malah akan terinspirasi untuk memproduksi apem yang betul-betul ”apem rasa jengkol” sebagai andalan wisata kuliner daerah Kesesi, yang senyatanya sampai saat kini daerah Kesesi khususnya dan Kab. Pekalongan pada umumnya memang belum mempunyai andalan jajanan khas.
Terobosan
Terobosan memang perlu. Tapi siapa berani menerobos (tradisi)? Dalam situasi yang serba sulit ini, suatu kesempatan untuk membuat terobosan, termasuk menerobos tradisi per-apem-an . Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, Dinas Perdagangan, tim Penggerak PKK, LSM yang peduli pada Kab. Pekalongan, atau perajin apem sendiri bisa untuk memulai membuat ”sejarah-baru per-apem-an” di Kab.Pekalongan. Kalau selama ini apem yang diproduksi warga Kesesi hanya satu rasa, mengapa tidak kita buat dengan sejuta rasa? Alam, seharusnya bisa mengilhami penciptaan rasa, termasuk apem rasa jengkol, di samping rasa-rasa yang lain seperti apem rasa strowberi, rasa durian, rasa sawo, rasa megono dll. Tidak mudah memang untuk memulai. Tapi kapan lagi kalau kita tidak memulai? Pepatah Cina mengatakan, untuk mencapai tangga ke seribu, selalu kita mulai dari tangga ke satu.
Selain menciptakan apem sejuta rasa, kita juga perlu memikirkan cara mengemasnya. Kalau kita mencoba jalan-jalan ke pasar tradisional, atau melongok ke warung-warung, penampilan (baca:pengemasan) apem Kesesi, sangat-sangat tidak menggugah selera—meskipun rasa apem Kesesi ternyata menggoyang
Makan dengan Mata, dan Tidak dengan Otak
Yang saya maksud bukan beararti kita mengunyah makanan dengan menggunakan mata, tetapi, untuk bisa dan mau makan menggunakan mulut, prosesnya diawali dulu dengan mata. Melihat benda yang akan kita makan. Kalau barang yang akan kita masukkan ke dalam mulut kita itu, (maaf) kelihatan jorok, maka selera makan kita sudah turun hingga titik nadir. Namun akan berbeda bila suatu makanan yang kita pamerkan, kita bungkus dengan kemasan yang aduhai menarik, sudah dapat dipastikan selera makan yang awalnya hilang, akan langsung muncul, dan berbalik seratus delapan puluh derajat. Ini suatu keniscayaan, dan hal-hal seperti ini harus kita munculkan kepada para produsen. Ini hukum iklan. Hukum pemasaran. Penampilan sangat berperan membuat citra.
Lain halnya bagi orang yang mengandalkan otak, dia tidak peduli apakah bungkusnya terbuat dari perak atau emas sekalipun, kalau memang makanan itu terbuat dari zat-zat yang dia perlukan maka dia akan mengabaikan bungkus dia tidak membeli bungkus tetapi, membeli barang.
Peran Bupati
Untuk mewujudkan impian, tampaknya sangat diperlukan campur tangan Bupati. Bupati sebagai orang nomor satu wajib ikut memasarkan produksi lokal ini, sampai nanti bisa mandiri, menjadikan apem sebagai jajanan khas Kab.Pekalongan yang bisa menasional. Sebagai contoh, industri palekat yang beberapa waktu lalu hampir collap, setelah ada sentuhan ”tangan dingin Bupati”, kini palekat (home industri tekstil masyarakat Kab.Pekalongan) yang selalu berseliweran setiap hari Kamis, menjadikan pemandangan di jalan-jalan Kab Pekalongan terasa indah. Indah bagi pemakainya, produsennya, maupun perajin-perajinnya (baca: buruh-buruhnya). Semua bersemangat, sektor ekonomi semua bergerak, termasuk asap dapur buruh pun mengepul.
Khusus untuk Apem Kesesi (rasa apa saja) kiranya sudah harus dimulai menjadi ”camilan wajib” dari ruang SETDA, Pendopo Kab.Pekalongan, Gedung yang terhormat DPRD Kab.Pekalongan , dan selanjutnya sampai jamuan tahlilan atau sedekah kelahiran anak. Di samping itu, Pemkab. Pekalongan, perlu mempelopori berdirinya outlet-outlet apem rasa jengkol ini. Semoga.
Kesesi sendiri sebenarnya nama sebuah kecamatan di Kabupaten Pekalongan. Tepatnya kecamatan bagian Pekalongan Barat. Berbatasan dengan Kab.Pemalang. Karena penduduknya banyak yang memproduksi apem sebagai home industri dan cukup terkenal, maka sering apem tersebut disebut apem Kesesi.
Nama Apem dan Kesesi seolah sulit dan memang tidak bisa dipisahkan. Hal ini bukan hanya karena mengandung nilai mistis tetapi konon defacto, apem yang dibuat dengan menggunakan air di luar air Kesesi akan berbeda rasa. Karena keistimewaannya ini mestinya, pemerintah Kab. Pekalongan berusaha mengangkat komoditas home industri ini sebagai daya tarik wisata kuliner Kab.Pekalongan. dengan berbagai diversivikasinya
Jajanan Khas
Di bidang kuliner, Kab.Pekalongan sangat ketinggalan dibanding dengan daerah lain. Hal ini bukan karena SDA dan SDM-nya tidak ada, tetapi memang belum terpikirkan mengembangkan wisata daerah melalui oleh-oleh atau jajanan khas. Kalau kita menengok jajanan khas kabupaten/kota tetangga maka Kab. Pekalongan seharusnya segera mengejar kemajuan tetangga (bukan mengejar ketertinggalan lho). Kita ambil contoh kalau kita pergi dan melewati daerah tertentu, betapa ruginya kita, kalau kita tidak membeli jajanan khas daerah tsb. Sebut saja Getuk Goreng (Sukaraja), Getuk Trio (Magelang), Wajik Kletik (Kali Bening), Bak Pia Patuk (Jogya), sampai Rempeyek Bayam (Temanggung) dll. Daerah-daerah tersebut memang sudah menjadikan landmark daerahnya dan sudah mengandalkan jajanan khas daerahnya menjadi ikon daerah. Bagaimana dengan Kab.Pekalongan? Saya sendiri sebagai warga Kab.Pekalongan terus terang bingung kalau ditanya apa jajanan khas kab.Pekalongan? Kalau makanan, mungkin nasi megono tapi bukan jajanan khas.
Orang Kesesi, begitu membaca judul ini saya (kira) meyakini akan jengkel. Apalagi bila pembacanya seorang penjual atau produsen Apem. Tapi belum tentu bagi orang Kesesi yang lain. Bisa saja, pembaca golongan terakhir ini malah akan terinspirasi untuk memproduksi apem yang betul-betul ”apem rasa jengkol” sebagai andalan wisata kuliner daerah Kesesi, yang senyatanya sampai saat kini daerah Kesesi khususnya dan Kab. Pekalongan pada umumnya memang belum mempunyai andalan jajanan khas.
Terobosan
Terobosan memang perlu. Tapi siapa berani menerobos (tradisi)? Dalam situasi yang serba sulit ini, suatu kesempatan untuk membuat terobosan, termasuk menerobos tradisi per-apem-an . Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, Dinas Perdagangan, tim Penggerak PKK, LSM yang peduli pada Kab. Pekalongan, atau perajin apem sendiri bisa untuk memulai membuat ”sejarah-baru per-apem-an” di Kab.Pekalongan. Kalau selama ini apem yang diproduksi warga Kesesi hanya satu rasa, mengapa tidak kita buat dengan sejuta rasa? Alam, seharusnya bisa mengilhami penciptaan rasa, termasuk apem rasa jengkol, di samping rasa-rasa yang lain seperti apem rasa strowberi, rasa durian, rasa sawo, rasa megono dll. Tidak mudah memang untuk memulai. Tapi kapan lagi kalau kita tidak memulai? Pepatah Cina mengatakan, untuk mencapai tangga ke seribu, selalu kita mulai dari tangga ke satu.
Selain menciptakan apem sejuta rasa, kita juga perlu memikirkan cara mengemasnya. Kalau kita mencoba jalan-jalan ke pasar tradisional, atau melongok ke warung-warung, penampilan (baca:pengemasan) apem Kesesi, sangat-sangat tidak menggugah selera—meskipun rasa apem Kesesi ternyata menggoyang
Makan dengan Mata, dan Tidak dengan Otak
Yang saya maksud bukan beararti kita mengunyah makanan dengan menggunakan mata, tetapi, untuk bisa dan mau makan menggunakan mulut, prosesnya diawali dulu dengan mata. Melihat benda yang akan kita makan. Kalau barang yang akan kita masukkan ke dalam mulut kita itu, (maaf) kelihatan jorok, maka selera makan kita sudah turun hingga titik nadir. Namun akan berbeda bila suatu makanan yang kita pamerkan, kita bungkus dengan kemasan yang aduhai menarik, sudah dapat dipastikan selera makan yang awalnya hilang, akan langsung muncul, dan berbalik seratus delapan puluh derajat. Ini suatu keniscayaan, dan hal-hal seperti ini harus kita munculkan kepada para produsen. Ini hukum iklan. Hukum pemasaran. Penampilan sangat berperan membuat citra.
Lain halnya bagi orang yang mengandalkan otak, dia tidak peduli apakah bungkusnya terbuat dari perak atau emas sekalipun, kalau memang makanan itu terbuat dari zat-zat yang dia perlukan maka dia akan mengabaikan bungkus dia tidak membeli bungkus tetapi, membeli barang.
Peran Bupati
Untuk mewujudkan impian, tampaknya sangat diperlukan campur tangan Bupati. Bupati sebagai orang nomor satu wajib ikut memasarkan produksi lokal ini, sampai nanti bisa mandiri, menjadikan apem sebagai jajanan khas Kab.Pekalongan yang bisa menasional. Sebagai contoh, industri palekat yang beberapa waktu lalu hampir collap, setelah ada sentuhan ”tangan dingin Bupati”, kini palekat (home industri tekstil masyarakat Kab.Pekalongan) yang selalu berseliweran setiap hari Kamis, menjadikan pemandangan di jalan-jalan Kab Pekalongan terasa indah. Indah bagi pemakainya, produsennya, maupun perajin-perajinnya (baca: buruh-buruhnya). Semua bersemangat, sektor ekonomi semua bergerak, termasuk asap dapur buruh pun mengepul.
Khusus untuk Apem Kesesi (rasa apa saja) kiranya sudah harus dimulai menjadi ”camilan wajib” dari ruang SETDA, Pendopo Kab.Pekalongan, Gedung yang terhormat DPRD Kab.Pekalongan , dan selanjutnya sampai jamuan tahlilan atau sedekah kelahiran anak. Di samping itu, Pemkab. Pekalongan, perlu mempelopori berdirinya outlet-outlet apem rasa jengkol ini. Semoga.
LANJUTKANNNNN
BalasHapustapi orang lebih banyk taunya apem comal
BalasHapusMemang benar, orang luar daerah mengenalnya apem Comal. Walaupun sebenarnya yang membuat orang Kesesi.
BalasHapushttp://hermantogr.blogspot.com/2012/04/apem-kesesi.html